Beranda | Artikel
Faidah Hadits Jibril [bagian 3]
Rabu, 22 Februari 2017

Materi :

– Makna Islam, Iman, dan Ihsan

– Pokok Ajaran Islam

– Rukun Islam dan Rukun Iman

Makna Islam, Iman, dan Ihsan

Islam memiliki beberapa pengertian. Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang ada serta kesimpulan yang diberikan oleh para ulama. Secara umum telah kita pahami bahwa islam adalah nama dari agama yang diturunkan Allah kepada umat manusia, inilah agama yang diajarkan oleh setiap rasul kepada umatnya. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul -yang menyerukan- ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut’.” (an-Nahl: 36)

Islam dalam pengertian ini biasa didefinisikan secara lebih rinci oleh para ulama dengan ‘kepasrahan kepada Allah dengan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan melaksanakan segala ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelaku-pelakunya. Islam dalam pengertian ini mencakup semua ajaran para rasul.

Adapun istilah islam secara khusus adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menghapuskan syari’at umat-muat terdahulu. Agama para nabi itu memang satu/sama, walaupun syari’at mereka berbeda-beda, dan ini semua tentu dilandasi hikmah Allah ta’ala.

Kemudian, Islam yang memiliki cakupan khusus ini -yang sekarang ini berlaku hingga akhir zaman- dibangun di atas lima pondasi atau pilar sebagaimana disebutkan dalam hadits Jibril yang terkenal, yaitu; syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji. Inilah yang biasa kita kenal dengan istilah rukun islam.

Dengan pemaknaan semacam ini, maka islam lebih condong kepada syari’at-syari’at yang lahiriyah, sementara istilah iman -yang disebutkan dalam satu rangkaian pembicaraan dengan islam- lebih condong kepada syari’at-syari’at yang batin atau biasa kita kenal dengan istilah ushul/pokok keimanan atau rukun iman; yaitu iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir.

Namun, apabila istilah islam dan iman disebutkan dalam konteks terpisah -islam saja atau iman saja- maka ia telah mencakup kedua-duanya; islam mencakup perkara lahir dan batin, demikian juga iman. Sebab keislaman yang benar adalah yang ditegakkan di atas keislaman secara lahir dan batin, demikian pula keimanan yang benar adalah keimanan yang ditegakkan di atas keimanan secara lahir dan batin.

Oleh sebab itu, para ulama kita mendefinisikan iman sebagai; pembenaran dengan hati, ucapan dengan lisan, dan amalan dengan anggota badan, iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Iman itu meliputi perkara-perkara yang sifatnya wajib dan perkara yang sifatnya sunnah/mustahab. Sesuatu yang wajib apabila ditinggalkan akan merusak iman, berbeda halnya dengan perkara sunnah. Diantara perkara-perkara wajib itu ada yang termasuk pokok agama -yang apabila ditinggalkan menyebabkan keluar dari agama- dan ada yang menjadi cabangnya -yang tidak sampai menyebabkan kafir bagi orang yang meninggalkannya-. Inilah kaidah yang harus kita pahami agar tidak salah dalam memahami iman.

Dalam masalah iman ini ada dua kelompok besar yang menyimpang dari jalan yang benar, yaitu Murji’ah dan Khawarij atau Wa’idiyah. Kaum Murji’ah mengeluarkan amal dari hakikat iman. Sehingga menurut mereka keimanan itu cukup dengan pembenaran hati atau ditambah dengan ucapan lisan, sementara amal tidak harus. Konsekuensi pendapat mereka ini adalah imannya orang yang paling salih sama dengan imannya orang yang paling bejat dan paling jahat, tentu ini keliru.

Adapun kaum Khawarij atau Wa’idiyah menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar maka dia akan kekal di neraka kalau mati dan tidak bertaubat. Mereka tidak meyakini adanya orang-orang yang masuk ke neraka lalu dikeluarkan darinya dan masuk surga. Tentu keyakinan mereka ini bertentangan dengan dalil-dalil al-Kitab dan as-Sunnah. Diantara ciri kelompok ini juga adalah gemar mengkafirkan kaum muslimin selain kelompoknya dan terutama pemerintahnya.

Diantara perkara yang telah disepakati para ulama adalah, bahwa barangsiapa yang mengingkari salah satu rukun iman maka dia menjadi kafir karenanya. Demikian pula orang yang tidak bersyahadat. Adapun mengenai hukum orang yang meninggalkan sholat, maka para ulama berbeda pendapat; sebagian mengkafirkan dan sebagian yang lain tidak. Dan yang dimaksud meninggalkan sholat di sini adalah karena malas. Adapun apabila orang itu meninggalkan sholat karena menentang kewajibannya maka para ulama sepakat tentang kekafirannya.

Demikian pula termasuk perkara yang menyebabkan pelakunya keluar dari islam adalah apabila dia melakukan pembatal-pembatal keislaman seperti berbuat syirik akbar dalam bentuk berdoa kepada selain Allah, menyembelih untuk selain-Nya, sihir, demikian pula apabila ia menentang salah satu perkara yang secara mendasar diketahui sebagai bagian dari agama Islam; misalnya dia mengatakan bahwa khamr itu halal, zina itu halal, dsb.

Adapun istilah ihsan -sebagaimana disebutkan dalam hadits Jibril- maka maksudnya adalah beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau meyakini bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasi kita. Ini merupakan bentuk ihsan dalam beribadah kepada Allah. Ihsan ini mencakup dua tingkatan/maqam; musyahadah; menyaksikan kebesaran nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan muraqabah; merasa diawasi Allah. Tingkatan pertama adalah tingkatan yang lebih utama.

Di sisi lain, ada juga ihsan dalam berinteraksi dengan sesama; yaitu dengan berbuat baik kepada mereka, sesuai dengan hak mereka masing-masing; seperti kedua orang tua, tetangga, kerabat, anak, istri, bahkan kepada hewan dan tumbuhan sekalipun. Ciri orang yang baik adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan dalam bermuamalah dengan sesama makhluk. Oleh sebab itu Allah sering menggandengkan antara perintah sholat dengan perintah zakat. Karena sholat adalah simbol ihsan dalam beribadah kepada Allah, sedangkan zakat adalah simbol ihsan dalam bergaul dengan sesama.

Pokok Ajaran Islam

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tidaklah kita ragukan bahwa hanya Islam agama yang Allah ridhai di atas muka bumi ini. Seperti ditegaskan oleh firman Allah (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima darinya dan kelak di akhirat dia akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidaklah seorang pun yang mendengar kenabianku apakah dia Yahudi atau Nasrani kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti termasuk calon penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Islam adalah kepasrahan kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan penuh ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya. Inilah pengertian Islam yang telah disampaikan oleh para ulama kepada kita. Dengan demikian tidak mungkin tegak Islam pada diri seorang hamba kecuali setelah dia mewujudkan tauhid. Oleh sebab itu setiap nabi mengajak kepada kalimat tauhid ‘laa ilaha illallah’. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya; bahwa tidak ada ilah/sesembahan -yang benar- selain Aku, maka sembahlah Aku.” (al-Anbiyaa’ : 25)

Dan jangan kita mengira bahwa kalimat ‘laa ilaha illallah’ itu cukup diucapkan dengan lisan saja. Lihatlah kaum munafikin yang ditegaskan oleh Allah bahwa mereka itu berada di dalam kerak neraka yang paling bawah; bukankah mereka juga mengucapkan dua kalimat syahadat? Meskipun demikian ucapannya itu sama sekali tidak bermanfaat. Mereka mengucapkan apa-apa yang tidak tertanam di dalam hati.

Kalimat tauhid adalah kalimat yang berisi penolakan ibadah kepada selain Allah dan mengukuhkan peribadatan kepada Allah semata. Tidak boleh disembah selain Allah apakah itu malaikat, nabi, wali, apalagi batu dan pohon. Allah berfirman (yang artinya), “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36).

Tauhid inilah yang telah mulai luntur dalam hati dan alam pikiran banyak kaum muslimin. Begitu banyak fenomena kerusakan akidah dan penyimpangan dalam hal tauhid. Praktek perdukunan dan para pendusta berkedok agama pun bermunculan. Bahkan sebagian orang merasa bahwa dirinya sudah paham tauhid dengan sempurna. Mereka mengira bahwa dirinya pasti selamat dari syirik. Mereka menyangka bahwa syirik itu hanya menyembah berhala dan patung saja.

Mereka tidak khawatir dirinya terjangkit syirik dan kemunafikan. Padahal, Ibrahim ‘alaihis salam -bapaknya para nabi dan imamnya kaum bertauhid- berdoa kepada Allah -karena saking besarnya rasa takut beliau- agar dijauhkan dari penyembahan berhala dan patung-patung! Bahkan para sahabat -generasi terbaik umat ini, bahkan manusia-manusia terbaik setelah para nabi- merasa takut dirinya tertimpa kemunafikan. Seorang ulama tabi’in Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata, “Aku bertemu dengan tiga puluh orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; mereka semuanya merasa khawatir dirinya terkena kemunafikan.”

Lantas siapakah kita apabila dibandingkan dengan para sahabat? Siapakah kita apabila dibandingkan dengan Ibrahim ‘alahis salam?! Sungguh benar firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (Fathir : 28). Barangsiapa semakin mengenal Allah niscaya lebih besar pula rasa takutnya kepada Allah. Sebaliknya, orang yang semakin jahil/tidak mengerti tentang Allah maka semakin meremehkan hak-hak Allah dan bergelimang dalam dosa dan kedurhakaan.

Tauhid inilah yang menjadi sebab utama keselamatan dan kebahagiaan manusia. Akan tetapi sungguh sayang banyak orang yang justru berpaling dan memusuhinya. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman/syirik, mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan, dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (al-An’aam : 82)

Tauhid inilah syarat diterimanya seluruh amalan. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Tauhid inilah keadilan terbesar di jagad raya ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas segenap hamba ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Luqman berpesan kepada anaknya (yang artinya), “Wahai ananda, janganlah engkau berbuat syirik kepada Allah, sesungguhnya syirik benar-benar kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13)

Segala bentuk ibadah -apakah itu sholat, doa, sembelihan, nadzar, istighotsah- adalah hak Allah. Tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah selain Allah. Oleh sebab itu menujukan ibadah kepada selain Allah adalah syirik dan kezaliman. Inilah kezaliman terbesar yang mengharamkan pelakunya masuk ke dalam surga. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (al-Maa-idah : 72)

Dengan demikian adalah sebuah keanehan dan musibah apabila ada diantara kaum muslimin yang menujukan ibadahnya kepada orang-orang yang sudah mati, kepada wali, kepada jin atau kepada tandingan-tandingan selain Allah. Mereka berdoa kepadanya, menyembelih dan bernadzar untuknya, beristighotsah dan meminta rezeki kepadanya. Subhanallah, maha suci Allah dari apa-apa yang mereka lakukan. Ini bukan ajaran Islam, dan bahkan merusak agama Islam!

Rukun Islam dan Rukun Iman

Di dalam hadits Jibril, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang pokok-pokok islam ada lima; yaitu syahadat laa ilaha illallah wa anna muhammadar rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah bagi yang mampu.

Diantara kelima rukun ini yang paling pokok adalah dua kalimat syahadat. Oleh sebab itu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau berpesan kepadanya, “Hendaklah yang paling pertama kamu serukan kepada mereka adalah syahadat laa ilaha illallah wa anna muhammadar rasulullah.” dalam riwayat lain disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim, kalimat yang terakhir adalah riwayat Bukhari)

Di dalam hadits Jibril pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa pokok keimanan itu mencakup enam hal; iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir. Barangsiapa tidak meyakini salah satunya maka dia bukan termasuk orang beriman.

Diantara keenam rukun ini yang paling pokok adalah iman kepada Allah. Iman kepada Allah ini juga telah terkandung di dalam syahadat laa ilaha illallah. Iman kepada Allah mencakup iman kepada wujud Allah, rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya.

Mengimani rububiyah Allah maksudnya adalah meyakini bahwa Allah satu-satunya pencipta, penguasa, dan pengatur alam semesta. Mengimani uluhiyah Allah maksudnya meyakini dan melaksanakan ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan semua sesembahan selain-Nya. Mengimani nama dan sifat Allah maksudnya kita yakin bahwa Allah memiliki nama-nama yang terindah dan sifat-sifat yang sempurna sebagaimana telah disebutkan di dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesimpulan dan Faidah :

– Di dalam hadits Jibril terkandung penjelasan tentang islam, iman, dan ihsan

– Islam mewakili amalan-amalan lahiriah

– Iman mewakili amalan-amalan batin

– Islam dilandasi dengan tauhid kepada Allah

– Iman kepada Allah mencakup iman terhadap rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya

– Apabila disebutkan islam saja maka sudah tercakup di dalamnya iman

– Apabila disebutkan iman saja maka sudah tercakup di dalamnya islam

– Islam itu bertingkat-tingkat sebagaimana iman juga bertingkat-tingkat

– Iman mencakup pembenaran di dalam hati, ucapan lisan, dan amal anggota badan

– Setiap muslim wajib berlepas diri dari syirik dan kekafiran

– Mengingkari salah satu dari rukun islam atau rukun iman adalah kekafiran

Pertanyaan Evaluasi :

– Apa yang dimaksud islam dalam hadits Jibril?

– Apa yang dimaksud iman dalam hadits Jibril?

– Sebutkan pengertian islam secara luas sebagaimana diterangkan para ulama!

– Sebutkan definisi iman menurut ahlus sunnah wal jama’ah!

– Apa yang dimaksud ihsan dalam hadits Jibril?

– Sebutkan dua macam ihsan!

– Sebutkan dua tingkatan/maqam dalam mewujudkan ihsan dalam hal ibadah kepada Allah!

– Sebutkan dua kelompok yang menyimpang dalam masalah iman!

– Apa kesesatan kaum Khawarij?

– Apa kesesatan kaum Murji’ah?


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/faidah-hadits-jibril-bagian-3/